Official Website Desa Lemahabang

Sekretariat : Jl. Mbah Muqoyyim No. 3 Desa Lemahabang Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon 45183.

Official Website Desa Lemahabang

Sekretariat : Jl. Mbah Muqoyyim No. 3 Desa Lemahabang Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon 45183.

Official Website Desa Lemahabang

Sekretariat : Jl. Mbah Muqoyyim No. 3 Desa Lemahabang Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon 45183.

Official Website Desa Lemahabang

Sekretariat : Jl. Mbah Muqoyyim No. 3 Desa Lemahabang Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon 45183.

Official Website Desa Lemahabang

Sekretariat : Jl. Mbah Muqoyyim No. 3 Desa Lemahabang Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon 45183.

Jumat, 18 September 2015

Kendaraan Siaga Sehat Desa Lemahabang

Dalam program Pemerintah Desa Lemahabang Tahun 2015 sebagaimana tencantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Lemahabang Tahun Anggaran 2015 sebagai bentuk pengembangan Program Desa Siaga yang juga tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Periode 2011-2017, Pemerintah Desa Lemahabang telah berhasil melakukan pengadaan Kendaraan Siaga Sehat Desa yang dalam hal ini bisa disebut Mobil Siaga Sehat.

Mobil Siaga Sehat Desa Lemahabang ini ada untuk melayani Warga Desa Lemahabang yang membutuhkan pertolongan ke tempat pelayanan Kesehatan seperti Rumah Sakit, atau Rumah Sakit Bersalin yang tidak memungkinkan untuk dibawa menggunakan kendaraan roda dua, atau kendaraan umum lain dengan biaya yang membebani Warga Desa Lemahabang.

Ketentuan mengenai tata cara penggunaan Kendaraan Siaga Sehat Desa Lemahabang telah dituangkan dalam sebuah Peraturan Desa Lemahabang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Ketentuan Penggunaan Kendaraan Siaga Sehat Desa Lemahabang (Berita Desa Lemahabang Nomor 8 Tahun 2015 Seri E.3).

Sebagaimana kita pahami bahwa dibuatnya Peraturan adalah agar terlaksananya ketertiban dalam pelaksanaan program yang menciptakan rasa adil dan dapat dipertanggungjawabkan untuk kepentingan bersama.

Berikut wujud dari Kendaraan Siaga Sehat Desa Lemahabang :

Mobil Siaga Sehat Desa Lamahabang (Tampak Depan)

Mobil Siaga Sehat Desa Lemahabang (Tampak Belakang)

Mobil Siaga Sehat Desa Lemahabang


Ditulis oleh : YUDHISTIRA | Bendahara Desa Lemahabang

Sabtu, 05 September 2015

Dana Desa? Apa Kabar?

Keberadaan UU No 6 tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa sepertinya masih membutuhkan persiapan-persiapan yang matang dalam pelaksanaannya. Persiapan itu harus menyentuh seluruh jenjang baik pemerintah pusat maupun pemerintah desa itu sendiri. Salah satu persiapan tersebut adalah perlunya perubahan susunan kementerian untuk mengurusi dana desa. Namun, sejauh ini belum ada titik temu bahwa Kemendagri akan menyerahkan atau tidak Ditjen PMD ke Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Jika penyerahan itu direalisasikan berarti komitmen untuk membangun desa akan menjadi nyata.

Di satu sisi, realisasi UU Desa itu masih menyisakan keraguan dari berbagai pihak. Sebab, ada tiga hal yang problematik dialami desa yakni kesiapan para pejabat aparatur di pemerintahan desa, penerapan, dan penggunaan anggaran maupun peningkatan fungsi pelayanan masyarakatnya seiring tingginya dana yang diperoleh. Rencana pemerintah yang akan mengucurkan anggaran Rp 1,4 miliar tiap desa setiap tahunnya sebagaimana yang diamanatkan UU Desa masih menimbulkan kekhawatiran pada efektivitas dan transparansi penggunaannya. Pasalnya, dana sebesar itu akan sia-sia jika kesiapan dari pemerintah pusat hingga desa tidak maksimal. Pertanyaanya,  siapkah pemerintah desa mengelola dana desa itu?

Kesiapan

Pada hakikatnya, UU Pemerintahan Desa disahkan bertujuan untuk meningkatkan kepedulian, kontribusi (partisipasi) dan gotong royong masyarakat dalam pembangunan desa. Tujuan itu menunjukkan bahwa kehendak bottom up dalam berjalannya fungsi pemerintahan. Di dalam konsep itu,  masyarakat desa sudah saatnya menjadi pelaku utama dalam kegiatan pembangunan di desa mereka sendiri. Tentu peran serta itu harus diikuti dengan pemahaman yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah masih harus  gencar mensosialisasikan UU Desa itu ke seluruh desa-desa di Indonesia. pasalnya, masih banyak unsur desa yang belum tahu dan paham perihal UU tersebut.

Kemudian, UU itu juga bertujuan untuk mempercepat pembangunan desa dan kawasan perdesaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. Itu berarti bahwa UU No 6 Tahun 2014 memberikan harapan baru dalam meningkatkan peran aparat pemerintah desa sebagai garda terdepan dalam pembangunan dan kemasyarakatan. Saat pelaksanaan UU Desa yang kian mendesak berhadapan dengan perubahan struktur pemerintahan desa yang belum tertata, hal tersebut membuat kondisi menjadi rentan. Jika tidak segera diterapkan, hal itu akan melanggar UU. Namun, jika hal itu dipaksakan dengan kesiapan yang minim, kondisi akan amburadul. Penerapan hanya berhenti pada tataran formalnya. Sementara secara substansi tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Memang dalam penerapan sebuah tata kerja yang baru tidak bisa langsung dilakukan dengan sempurna. Namun, kesiapan pemerintahan desa akan lebih meminimalkan persoalan yang terjadi sehingga tujuan utama penerapan UU Desa akan menjadi kenyataan.

Permasalahan

Terdapat sejumlah permasalahan yang ditemukan dalam pengawasan yang dilakukan pada desa selama ini. Hasilnya, masih banyak desa yang belum benar-benar siap untuk menerapkan UU Desa tersebut. Hal itu berhubungan dengan proses dan administrasi pemerintahan yang harus segera diakhiri supaya desa bisa berfungsi dengan baik. Kemudian, ada juga surat pertanggung jawaban yang belum memenuhi syarat formal dan material. Dan juga dari sisi kemampuan kepala desa dengan jajarannya belum mumpuni.

Lagi, seringkali pemeriksaan atasan atas pengelolaan keuangan belum dilaksanakan sesuai ketentuan. Pengelolaan pembangunan dan administrasi pelaksanaan kegiatan pun belum tertib. Selain kemampuan, kedisiplinan juga membuat kekarutmarutan di dalam pemerintahan desa. Parahnya lagi, sering terjadi ketekoran kas desa karena terjadinya penyimpangan pengelolaan keuangan desa. Tunggakan sewa tanah kas desa yang tidak tuntas serta belum lengkapnya buku administrasi keuangan ataupun barang desa. Keadaan itu rentan menjadi indikasi penyelewengan keuangan desa, seperti pemakaian keuangan desa tanpa laporan.

Kemudian, sering juga  timbul penyelewengan dalam pengelolaan keuangan dan aset-aset desa. Hal ini ditengarai inventarisasi dan sistem pembukuan administrasi yang masih semrautan. Contohnya, tidak tertib dalam pembukuan administrasi keuangan, baik buku kas umum (BKU) maupun buku bantu. Bahkan ada pula desa yang tidak membuat BKU. Masih banyak hal yang menjadi kelemahan desa yang harus diperbaiki dan dipersiapkan untuk menghadapi UU baru di desa.

Segera Merampungkan

Pelaksanaan sistem pemerintahan desa di bawah UU Desa yang baru menuntut kesiapan yang sangat baik. Banyak hal yang harus diperhitungkan, direncanakan, dan diawasi pada pelaksanaannya secara kontinu. Diperlukan pengarahan, penyuluhan, serta pendampingan agar benar-benar dilaksanakan sesuai aturan yang ada. Usaha-usaha pun harus segera dilakukan untuk meningkatkan kesiapan pelaksanaan pemerintahan desa.

Pertama, meningkatkan kematangan dalam melaksanakan peraturan yang terkait dengan pemerintahan desa. Pematangan itu dalam bentuk peningkatan terus menerus terhadap pemahaman terhadap materi UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Tidak hanya UU saja, tetapi juga PP No 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Demikian juga PP No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBD. Pematangan itu melibatkan pemerintah pusat, daerah, sampai ke desa.

Kedua, perampungan supaya semua pihak yang terlibat bisa menerima sistem pemerintahan desa yang baru dengan cara yang benar. Keberterimaan itu nantinya akan menentukan keberhasilan tujuan dari penerapan UU Desa. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan sikap mawas diri aparatur sebagai tindakan antisipatif pada pelanggaran, penyalahgunaan, dan penyimpangan yang mungkin terjadi pada pemerintahan desa.

Ketiga, menyediakan pekerja yang memiliki motivasi serta disiplin yang tinggi dalam melaksanakan pemerintahan desa itu. Cara itu bisa direalisasikan melalui perekrutan anggota yang memiliki kemampuan yang mumpuni. Bagi pekerja/pegawai yang sudah ada, cara itu bisa direalisasikan  melalui pendidikan dan pelatihan dengan rutin.

Keempat, target yang harus dicapai aparatur, baik desa maupun lembaga diatasnya. Bagi aparatur desa dituntut memiliki kemampuan dalam penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa, penyusunan APB Desa, maupun penyusunan LPJ Desa. Demikian pula dalam menyusun administrasi pembukuan dan aset pemerintah desa.

Fakta menunjukkan bahwa ketidaksiapan dalam penerapan sistem otonomi daerah beberapa waktu lalu telah mengakibatkan fungsinya jauh panggang dari api. Hal itu tidak boleh terjadi terhadap desa kita. Kesiapan yang lebih baik akan jauh bermanfaat daripada penerapan yang tergesa-gesa dan dipaksakan. Namun, berkutat pada hal-hal yang tidak mengutamakan kepentingan rakyat desa sehingga menjadi hambatan, juga bukan tindakan yang bijak. Harapannya, pemerintah dari pusat hingga desa siap untuk mewujudkan UU desa tersebut.

Diolah dari sumber: batampos.co.id, 3 September 2015

Sabtu, 11 Juli 2015

Alokasi Dana Desa, Dana Desa, dan Bagi Hasil Pajak Dan Retribusi Daerah

Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertujuan memberikan pengakuan dan kejelasan kepada desa akan status dan kedudukannya dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, Negara memberikan kewenangan Desa dalam melestarikan adat dan tradisi serta budaya masyarakat Desa. Desa juga diberikan kewenangan dalam pembangunan untuk memprakasa dan peran partisipasi yang besar dalam rangka menggali potensi Desa dengan mendorong Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka serta bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan di Desa dengan tujuan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang akhirnya memberikan kesejahteraan bersama dan menempatkan Desa sebagai subjek dari pembangunan. Kedudukan ini memberikan angin segar kepada Desa dalam proses percepatan dan pemberdayaan masyarakat di Desa. Tentu kedudukan tersebut harus didukung dengan sumber pembiayaan yang memadai. Dalam Pasal 71 sampai dengan 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur sumber-sumber pembiayaan di Desa, sumber-sumber pendapatatan di Desa seperti Pendapatan Asli Desa, Alokasi dari APBN, Bagi Hasil dari Pajak dan Retribusi Kabupaten, Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Kabupaten, Hibah atau sumbangan Pihak Ketiga yang tidak mengikat serta Lain-lain Pendapatan Desa yang sah. Pendapatan Desa yang tersebut diatas ada beberapa rincian yang menjadi kewajiban dari Pemerintah Daerah yang apabila tidak dilaksanakan tentu akan berakibat diberikan sanksi oleh Pemerintah Pusat. Untuk lebih jelasnya, akan dipaparkan sumber Pendapatan Desa yang di transfer dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Desa yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten Natuna.

ALOKASI DANA DESA
Alokasi Dana Desa yang dikenal dengan ADD adalah alokasi dana ke desa dengan perhitungan dari Dana Perimbangan yang diterima oleh Kabupaten sebesar 10% setelah dikurangi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dasar hukum pengalokasian Dana Perimbangan ke Desa sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 72 ayat (4), jika hal tersebut tidak dilaksanakan maka sanksi tegas dinyatakan dalam Pasal 72 ayat (6), dimana Pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi Dana Perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 96 ayat (3) pengalokasian ADD dengan pertimbangan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis. Ketentuan mengenai penggunaan anggarannya sudah diatur dengan jelas.Tata Cara Pengalokasian ADD diatur dengan Peraturan Bupati Natuna Nomor 57 Tahun 2014, dalam peraturan tersebut pembagian Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM) dan Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP).Dengan formulasi yang jelas. Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM) sebesar 60% adalah alokasi dana desa yang dibagi secara merata dengan formulasi Dana Perimbangan dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK), kemudian dikalikan 10%, dari hasil 10% dikalikan 60% dan dibagi dengan jumlah Desa yang ada di Kabupaten Natuna. Sedangkan untuk Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP) adalah 40% dari Dana Perimbangan dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) atau sisa dari Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM), pembagian ke desa dengan meperhatikan indeks/variebel yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Bupati.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini :Penentuan bobot diatas ditetapkan dengan Peraturan Bupati, khusus untuk Bobot Kesulitan Geografis langsung ditetapkan oleh Kementerian.Setelah dihitung berdasarkan formulasi diatas selanjutnya alokasi per desa untuk Alokasi Dana Desa (ADD) ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati tentang Perkiraan Alokasi Sementara untuk Alokasi Dana Desa (ADD). Penetapan dilakukan sementara dikarenakan realisasi yang masuk ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) berdasarkan transfer dari Pemerintah Pusat dan untuk diketahui, komposisi Dana Perimbangan beberapa obyek dan rincian obyek pendapatan Dana Perimbangan, penyaluran ke Rekening Kas Umum Daerah menggunakan beberapa regulasi dan penyaluran secara bertahap sesuai dengan realisasi dari pendapatan itu tersebut.

DANA DESA
Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Ketentuan yang mengatur Dana Desa adalah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 72 ayat (1) huruf b dan ayat (2) dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pengalokasian Dana Desa dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Pasal 11 ayat (3) mengatur bobot untuk jumlah penduduk sebesar 30%, luas wilayah 20% dan angka kemiskinan sebesar 50% dan dikalikan dengan Indeks Kemahalan Kontruksi Kabupaten. Data-data yang digunakan adalah sumber data dari perhitungan Alokasi Dana Umum (DAU). Kemudian Peraturan Pemerintah tersebut direvisi dengan rincian untuk jumlah penduduk bobotnya sebesar 25%, luas wilayah 10%, angka kemiskinan 35% dan Indeks Kesulitan Geografis sebesar 30%. Formulasi penghitungan Dana Desa ke Desa yang sudah diterima Kabupaten adalah sebagai berikut :

BAGI HASIL PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 97 ayat (1), Pemerintah Kabupaten mengalokasikan 10% dari realisasi penerimaan bagi hasil pajak dan retribusi daerah. Pengalokasian ke Desa dengan komposisi 60% dibagi secara merata dan 40% dibagi secara proporsional dari realisasi pajak dan retribusi masing-masing Desa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 97 ayat (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengalokasian ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Formulasi perhitungannya sebagai berikut :

TATA CARA PENYALURAN
Penyaluran untuk Alokasi Dana Desa dan Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah ke Desa dilakukan secara bertahap sesuai dengan yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 99 ayat (1) dan selanjtunya diatur dengan Peraturan Bupati. Penyaluran Alokasi Dana Desa dan Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah ke Desa harus mempertimbangkan estimasi kemampuan di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Khusus untuk Alokasi Dana Desa, Peraturan Bupati yang mengatur Tata Cara Pengalokasi Alokasi Dana Desa, harus mempedomani aturan-aturan lainnya seperti Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah dan Dana Desa pada tahun 2015 menggunakan PMK Nomor 241/PMK.07/2014. Serta menggunakan PMK Nomor 250/PMK.07/2014 tentang Pengalokasian Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Kedua aturan tersebut harus menjadi pertimbangan karena dana transfer dari Pemerintah Pusat ke Daerah diatur oleh dua peraturan tersebut. Oleh karena itu, dalam Peraturan Bupati mengenai tata Cara Alokasi Dana Desa diatur mekanisme mengikuti dana transfer dari Pemerintah Pusat ke Daerah. Tata Cara penyaluran Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah ke Desa juga menjadi hal yang harus mendapat perhatian khusus, tujuannya agar penyaluran dan alokasinya tepat, kata kunci dari alokasi Bagi Hasil Pajak dan Retribusi adalah memperhatikan realiasi dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan cermat dan terukur. Sedangkan penyaluran untuk Dana Desa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 19dilakukan secara bertahap dengan 3 (tiga) kali tahapan yaitu tahap I pada bula April (40%), tahap II pada bulan Agustus (40%) dan tahap ketiga pada bulan Nopember (20%). Penyaluran Dana Desa tersebut dapat dilakukan apabila Peraturan Bupati mengenai tata cara pengalokasian Dana Desa sudah ditetapkan dan disampaikan kepada Menteri. Penyaluran Dana Desa ke RKUD mengikuti persyaratan dari Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah dan perubahannya Nomor 65 Tahun 2010. Persyaratan tersebut mutlak dipenuhi oleh Pemerintah Daerah seperti Penyampaian Perda APBD, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Pertanggungjawaban dan lain sebagainya sehingga dalam proses penyaluran ke RKUD tidak terhambat. Disamping itu diperlukan kerjasama Pemerintahan Desa dalam penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) sesuai dengan waktu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.Untuk penyaluran Alokasi Dana Desa dilakukan dengan persentase untuk triwulan I dan II sebesar 20%, triwulan III sebesar 30% dan untuk triwulan IV berdasarkan selisih antara pagu alokasi dan memperhatikan totall realisasi Dana Perimbangan dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang disalurkan ke RKUD. Penyaluran dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Desa berdasarkan transfer dari Pemerintah Pusat dilakukan dengan persentase untuk tahap I dan II sebesar 40%, dan tahap III sebesar 20%. Sedangkan penyaluran untuk Bagi Hasil Pajak dan Retribusi ke Desa dengan persentase  20% tahap I, 30% tahap II dan sisanya adalah selisih dari realisasi penyaluran dengan pagu perkiraan berdasarkan realisasi yang dicapai oleh Pemerintah Daerah. Penyaluran Alokasi Dana Desa dapat dilaksanakan apabila Desa sudah menetapkan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa serta persyaratan administrasi lainnya yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bupati tentang Alokasi Dana Desa dan aturan lainnya.

TATA CARA PERTANGGUNGJAWABAN
Tata cara pelaporan Alokasi Dana Desa, Dana Desa dan Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah ke Desa diatur dengan Peraturan Bupati. Tata cara pelaporan dan penggunaan dana diatur sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan daerah dan keuangan desa. Khusus pelaporan Dana Desa untuk semester I dilakukan paling lambat minggu keempat bulan Juli, Sedangkan untuk semester II paling lambat minggu keempat bulan Januari tahun berikutnya.Kepala daerah menyampaikan laporan konsolidasi penyaluran Dana Desa dengan tembusan ke kementerian paling lambat minggu keempat bulan Maret tahun anggaran berikutnya. Keterlambatan penyampaian laporan akan mengakibatkan penundaan penyaluran Dana Desa ke RKUD, di tingkat Kabupaten Natuna penyampaian laporan diatur lebih ketat dengan tujuan agar sistem pengendalian intern dapat berjalan dengan maksimal sehingga terjadinya penyelewengan dapat dihindari.Dalam pelaksanaanya, kewajiban Desa adalah juga menyampaikan Laporan Konfirmasi Dana Transfer ke Desa agar rekonsiliasi penyaluran dari RKUD ke Rekening Kas Desa dapat disajikan secara akuntabel.

Jokowi Revisi Peraturan Pemerintah Tentang Desa

Jakarta – Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47/2015 tentang Perubahan Atas PP Nomor 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa. Hal pokok dalam revisi ini yakni penekanan wewenang menteri.

Dikutip dari situs Setkab, Jumat (10/7/2015), PP ini menghapus bunyi pasal 1, khususnya poin nomor 14 yang menyebutkan bahwa Menteri adalah menteri yang menangani Desa.

Menurut PP yang ditandatangani Jokowi pada 30 Juni 2015, usul pembentukan desa diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri, dan dibahas bersama-sama menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian pemrakarsa serta pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Melalui PP ini, pemerintah juga memungkinkan perubahan status Desa menjadi Desa Adat. Tidak seperti PP sebelumnya yang hanya membatasi perusahaan status Desa meliputi: a. Desa menjadi kelurahan; b. Kelurahan menjadi Desa; dan c. Desa adat menjadi Desa.

“Ketentuan mengenai tata cara pengubahan status Desa menjadi Desa adat diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri,” bunyi pasal 28 ayat 2 PP itu.

Hal pokok lain yang muncul dalam revisi PP tentang Desa ini adalah mengenai pelaksanaan pemilihan kepala Desa, khususnya menyangkut pelaksanaan kampanye dan hari tenang. Menurut PP ini, pelaksanaan kampanye calon kepala desa paling lama 3 hari, dan masa tenang paling lama 3 hari. Sebelumnya dua ketentuan ini dalam PP No 43/2015 disebutkan pelaksanaan kampanye calon kepala desa dalam jangka waktu 3 hari dan masa tenang dalam jangka waktu 3 hari.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan kepala desa diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri,” bunyi pasal 46 PP ini. Sementara di PP lama hanya disebut diatur dengan peraturan menteri.

Penghasilan Kepala Desa
Ketentuan yang direvisi melalui PP ini adalah menyangkut pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD) untuk penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa, yang kini menggunakan penghitungan sebagai berikut:

  1. ADD yang berjumlah sampai dengan Rp. 500.000.000,00 digunakan paling banyak 50% (sama dengan ketentuan sebelumnya)
  2. ADD yang berjumlah lebih dari Rp. 500.000.000,00 sampai dengan Rp. 700.000.000,00 digunakan antara Rp. 300.000.000,00 sampai dengan paling banyak 50% (sebelumnya tidak ada angka Rp. 300.000.000,00 itu);
  3. ADD yang berjumlah lebih dari Rp. 700.000.000,00 sampai dengan Rp. 900.000.000,00 digunakan antara Rp. 350.000.000.000,00 sampai dengan paling banyak 40% (sebelumnya tidak ada angka Rp. 350.000.000.000,00); dan
  4. ADD yang berjumlah lebih dari Rp. 900.000.000,00 digunakan antara Rp. 360.000.000,00 sampai dengan paling banyak 30% (sebelumnya tidak angka Rp. 360.000.000.00).
PP ini juga menetapkan bahwa Bupati/Walikota menetapkan besaran penghasilan tetap: a. Kepala Desa’ b. Sekretaris Desa paling sedikit 70% dan paling banyak 80% dari penghasilan tetap kepala Desa per bulan (sebelumnya tidak ada angka 80%); dan c. Perangkat Desa selain sekretaris Desa paling sedikit 50% dan paling banyak 60% dari penghasilan tetap kepala Desa per bulan (sebelumnya tidak ada angka 60%).

Mengenai dana APBN, jika sebelumnya disebutkan dialokasi pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota, kini diubah menjadi disalurkan melalui pemerintah daerah kabupaten/kota.

Ketentuan lain yang diatur kembali dalam revisi ini di antaranya mengenai pengaturan pengalokasian ADD, perhitungan belanja desa khususnya menyangkut hasil pengelolaan tanah bengkok, pengelolaan kekayaan milik desa, kedudukan tenaga pendamping Desa, dan menyangkut pengelolaan kekayaan Badan Usaha Milik (BUM) Desa.

Diolah dari sumber: detik.com, penulis: Niken Widya Yunita, 10 Juli 2015

Sabtu, 20 Juni 2015

Buku Administrasi Bendahara Desa Lemahabang

Dalam Permendagri 37 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan keuangan desa disebutkan Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Siapa saja yang dimaksud dengan PTPKD?

PTPKD Terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris, dan Perangkat Desa lainnya termasuk Bendahara Desa. Dan adanya Bendahara Desa dalam Struktur PTPKD ditetapkan oleh Keputusan Kepala Desa.

Lalu apa saja tugas Bendahara Desa?

Bendahara desa mempunyai tugas untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan mempertanggung-jawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa. Bendahara desa harus membuat laporan pertanggungjawaban atas penerimaan dan uang yag menjadi tanggungjawabnya melalui laporan pertanggungjawaban. Begitu banyak tugas dan tanggungjawab bendahara desa sehingga tentulah Bendahara Desa harus memahami pengelolaan keuangan Desa secara baik dan benar.

Pengelolaan Keuangan Desa dimulai dari perencanaan, kemudian diikuti dengan penganggaran, penatausahaan pelaporan, pertanggungjawaban dan diakhiri dengan pengawasan. Dari siklus pengelolaan keuangan desa diatas, bendahara desa menjadi bagian yang cukup penting, terutama pada tahap penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.

Dalam penatausahaan pengelolaan keuangan desa beberapa pembukuan wajib diselenggarakan oleh bendahara desa. Penatausahaan Penerimaan dan Pengeluaran Desa mewajibkan Bendahara desa membuat Buku Kas Umum, dan beberapa buku pembantu lainnya.

Pemahaman yang baik atas Pengelolaan Keuangan Desa akan sangat membantu para Kepala Desa dan perangkat desa lainnya termasuk bendahara desa. Nah, disinilah pemerintah daerah memainkan peranan yang penting dalam memberikan perhatian atas kapabilitas para penyelenggara pengelola keuangan desa, dengan membuat suatu petunjuk pengelolaan keuangan desa yang lebih rinci dalam rangka penyeragaman penyelenggaraan penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan desa.

Asistensi ataupun bimbingan teknik pengelolaan keuangan desa secara berkesinambungan atas bendahara desa dapat menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan para bendahara desa. Tidak saja bimbingan teknik bagi bendahara desa, tetapi juga bagi para Kepala Desa, Sekretaris Desa sehingga diharapkan akan ada pemahaman yang sama atas pengelolaan keuangan desa yang tentunya dapat membantu kelancaran pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.

Lalu apa saja sih Buku Administrasi yang harus dimiliki Bendahara Desa? 

Berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa inilah Buku Administrasi yang harus dimiliki Bendahara Desa dalam mengelola Keuangan Desa.

Semoga Bermanfaat.

Salam,


YUDHISTIRA
Admin Web | Bedahara Desa Lemahabang 

Selasa, 16 Juni 2015

Warga Perlu Terlibat dalam Pembangunan Desa Lemahabang

Desa Lemahabang – Kesejahteraan dan Kemajuan Desa tidak akan pernah sampai pada target serta keinginan yang diharapkan jika warganya sendiri acuh terhadap jalannya pemerintahan. Warga setidaknya harus tahu Tugas Pokok dan Fungsi Pemerintah di Desanya. Dengan demikian warga bisa memberikan masukan dan kritikan yang diharapkan dapat memperbaiki dan membangun desa ke arah yang lebih baik. Kita boleh melihat ke kanan dan ke kiri membandingkan kemajuan Desa lain dengan Desa kita. Namun jika hanya kritikan dan anggapan negatif di belakang, hal itu tidak akan merubah desa kita menjadi lebih baik.

Kritikan itu harusnya disampaikan, hal yang dilihat kurang, serta berita yang terdengar tidak baik harusnya di klarifikasi kebenarannya. Warga yang mengerti tentang seluk beluk Pemerintahan, Peraturan dan Hukum berhak memberikan masukan dan saran kepada Pemerintahnya.

“Kekurangan manusia tidak terlepas dari kesalahan dan kehilafan, kami sebagai pemerintah desa juga manusia, ada kalanya lupa, dan ada kalanya hilaf. Namun sebisa mungkin kami pun berharap bisa memenuhi keinginan dan harapan warga kami. Kami berusaha berkerja berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintahan yang lebih tinggi dari kami, Dasar Hukum tertinggi berupa Undang-undang Dasar 1945, Peraturan Presiden, Peraturan Mentri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, sampai Dengan Peraturan yang dibuat dan disepakati bersama oleh Pemerintah Desa dan Warga Desa Lemahabang.”

Media online ini dibuat sebagai media informasi yang kami buat untuk kepentingan bersama. Sebagai media untuk menyampaikan informasi tentang Desa Lemahabang khususnya, dan informasi lain pada umumnya. Juga sebagai media untuk menampung aspirasi warga Desa Lemahabang, tempat untuk menyampaikan saran dan masukan, serta hal-hal lain yang dapat bermanfaat bagi kita semua. Juga bermanfaat bagi pembangunan Desa Lemahabang ke arah yang lebih baik.

Penulis : YUDHISTIRA Desa Lemahabang

Jumat, 12 Juni 2015

Dana Desa Topang Kemajuan Pembangunan Daerah

Adanya bantuan dana desa dari pemerintah pusat dengan nilai mencapai Rp 28 Miliar pada Tahun 2015 ini, diyakini Bupati Bolaang Mongondow Utara Drs Hi Depri Pontoh dapat menopang kemajuan pembangunan daerah menjadi lebih cepat.

Sebab, dana tersebut dapat mengcover pembangunan infrastruktur di desa, selain yang teranggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dana desa harus dimanfaatkan dengan benar oleh pemerintah di desa, sehingga dapat terhindar dari persoalan hukum serta mampu menopang kemajuan pembangunan di daerah menjadi lebih cepat.

Pengelolaan dana desa diminta Bupati harus melibatkan masyarakat juga, terutama yang memiliki sumber daya memadai yakni jenjang Strata I (Sarjana) sehingga mampu membuka lapangan kerja baru, untuk mengurangi angka pengangguran di daerah, seperti yang terjadi dua tahun terakhir dari 5,97 persen pada Tahun 2013 menjadi 5,79 persen pada Tahun 2014.

Jika angka pengangguran menurun, maka mengindikasikan daerah kita kian maju dan sejahtera. Jadi, manfaatkanlah dana desa ini untuk menjadikan daerah kita semakin maju dan sejahtera dari tahun ke tahun.

Diolah dari sumber:tribunnews.com, penulis: Warstef Abisada, 8 Juni 2015

Kamis, 11 Juni 2015

Bendahara Desa Jadi Ujung Tombak Bagi Pengelolaan Keuangan Desa Yang Akuntabel

Bendahara desa merupakan ujung tombak penyelenggaraan kegiatan administrasi dan pengelolaan keuangan serta pertanggungjawaban dalam pemerintahan desa yang lebih baik dan akuntabel, apalagi dengan adanya Undang Undang terbaru nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

Hal tersebut dikemukakan Sekda Kabupaten Cirebon, Dudung Mulyana kepada RRI (Selasa, 20-05-2015) disela Kegiatan Pelatihan Aparatur Pemerintah Desa dalam Bidang Pengelolaan Keuangan Desa Pemkab Cirebon, Tahun  Anggaran 2015 di salah satu hotel di Cirebon.

Menurut Dudung, survey telah membuktikan banyak para kuwu terlibat urusan keuangan karena mungkin tidak saling mengingatkan baik itu bendahara kepada kuwu atau sebaliknya bahkan mungkin sudah saling mengingatkan namun pura pura tidak ingat.

"Dalam UU tentang Desa nomor 6 tahun 2014 ada kewenangan desa yang luar biasa bahkan kita mendengar ya akan ada anggaran 700 sampai 1 milyar dari APBN atau mungkin lebih kalau digabung dari pemerintah propinsi hampir 115 setiap desa belum dari kabupaten relatif anatara 100 sampai 150, itu dijumlah semuanya ternyata 1,5 lebih uang yang masuk ke desa, bayangkan kalau itu dikelola dengan baik dan benar saya yakin desa mana yang tidak akan maju pasti maju, pasti bersih pasti sejahtera masyarakat" ungkap Dudung.

Sekda Pemkab Cirebon, Dudung Mulyana juga mengingatkan kepada para bendahara desa, apabila APBN yang dijanjikan itu turun , suka atau tidak suka , aparat pemeriksa dari pemerintah pusat seperti BPK, BPKP atau bahkan KPK bisa langsung turun ke lapangan. Jika ada temuan dari BPK dan BPKP dalam waktu 60 hari tidak ditindaklanjuti dimungkinkan untuk berurusan dengan aparat penegak hukum.

Sementara, Kabid Pemerintah Desa dan Kelurahan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Cirebon, Yadi Wikarsa menjelaskan pelatihan tersebut untuk membimbing bendahara desa dalam penatausahaan keuangan terutama ketika ada limpahan anggaran dari pusat.

"Serius dalam pendalaman materi ini, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana materi-materi yang sudah diberikan ini dari teori ataupun ada semacam praktiknya diharapkan bisa diaplikasikan didesa walaupun ada dinamika tersendiri bagaimana proses penyelenggaraan pemerintahan didesa tapi apapun itu harus berpengangan teguh pada aturan supaya nanti dikemudian hari tidak menjadi sandungan buat mereka sendiri" tandas yadi.

Kegiatan Pelatihan Aparatur Pemerintah Desa dalam Bidang Pengelolaan Keuangan Desa Pemerintah Kabupaten Cirebon, Tahun  Anggaran 2015 diikuti 412 bendahara desa selama empat hari dengan materi meliputi pembinaan keuangan, penatausahaan keuangan dan verifikasi, pengelolaan pajak serta kebijakan umum tentang keuangan.

Oleh : Yulianti RRI Cirebon 
http://www.rri.co.id/cirebon/post/berita/80366/ekonomi/bendahara_desa_jadi_ujung_tombak_bagi_pengelolaan_keuangan_desa_yang_akuntabel.html

Rabu, 10 Juni 2015

Mempercepat Pemerataan Pembangunan

Gerakan pembangunan selama ini sering kali jadi bias kepentingan politik. Atmosfir semacam itu berdampak pada pelayanan publik yang tidak merata. Ada desa yang selalu mendapatkan proyek-proyek dari tahun ke tahun, atau bahkan bisa bertumpuk proyek secara bersamaan, namun ada desa yang sama sekali tidak pernah mendapat bagian “kue” pembangunan. Kondisi semacam ini disamping menciptakan kecemburuan antara masyarakat juga membangun rasa enggan, apatis, bahkan kebencian pada pemerintah bagi desa yang tidak pernah kebagian kue pembangunan tersebut.

Dengan adanya Dana Desa, desa-desa yang tertinggal sebagaimana diperlihatkan dari rendahnya kualitas jalan, besarnya penduduk miskin akan memperoleh anggaran yang labih besar. Hal ini karena kebijakan Dana Desa menjawab permasalahan yang krusial di desa tertinggal dengan anggaran yang lebih baik. Skema pemberian Dana Desa yang langsung kepada desa dan dengan jumlah yang begitu besar maka kekecewaan masyarakat terhadap pembangunan merupakan kisah lama, dan kisah lama ini menceritakan betapa mereka tidak pernah didengar oleh pemerintah. Peperintah desa sudah berupaya menyuarakan kepentingan masyarakatnya, tetapi tidak pernah ada dana yang jelas untuk realisasinya.

Kondisi di atas adalah salah satu potret kekecewaan desa karena sudah bertahun-tahun usulan mereka tidak dipenuhi. Desa sudah menganggap tidak perlu lagi membuat usulan karena toh usulan tersebut kemungkinan kecil dipenuhi.

Dana Desa yang menjadi instrumen untuk mengurangi kesenjangan pembangunan desa dari kota. Akses pelayanan publik di kota lebih jauh lebih cepat berkembang dari pada di desa yang membuat budaya masyarakat desa untuk melakukan perantauan ke kota. Mendapat pekerjaan yang lebih baik, mencari ilmu, maupun mengais rejeki yang lain. Adanya Dana Desa bertujuan untuk merubah budaya yang sedemikian rupa, dan beralih dengan kemandirian desa untuk membangun desanya.

Diolah dari sumber: Alokasi Dana Desa, penulis: Sutoro Eko, 2007. (hal 91-93)

Selasa, 09 Juni 2015

RPJMDes 80 Persen Copy Paste, Dana Desa Rawan

JAKARTA– Ruang manipulasi dan korupsi dana desa terbuka lebar setelah diketahui banyak rencana panjang jangka menengah desa (RPJMDes) yang manipulatif. Dana desa hampir dipastikan tidak tepat sasaran.

Dari 150 RPJMDes yang saya teliti secara acak di beberapa pulau di Indonesia, ternyata 80 persennya copy paste dari desa lain atau RPJMDes sebelumnya. Jadi celah manipulasi dan korupsi sudah ada, sebagaimana yang dijelaskan oleh Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Sofyan Sjaf.

Langkah copy paste, menurut Sofyan, menjadi kecenderungan hampir semua desa. Pertama, karena masih belum memadainya sumber daya manusia aparatur desa. Kedua, rumitnya format RPJMDesa yang merupakan acuan dalam pembuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang menjadi syarat pencairan dana desa.

Sofyan mewanti-wanti Pemerintah Desa untuk tidak terlebih dahulu mencairkan dana desa jika memang RPJMDes mereka tidak faktual. Apalagi, saat ini dana desa sekitar 70 persen desa belum sampai di kas desa. Sementara 30 persennya belum cair di tingkat kabupaten.

Pemerintah Desa sebaiknya segera menggelar musyawarah desa bersama Badan Pengawas Desa. Sebagai pengambil keputusan tertinggi sesuai UU Desa,‎ musyawarah desa bisa merevisi RPJMDes menjadi RPJMDes pembaharuan. Selanjutnya, mereka harus menyesuaikan APBDes mereka menjadi APBDes peralihan.

Jika anggaran sudah di kas kabupaten dan ada penghilangan potensi desa yang seharusnya mendapat alokasi dana desa, maka dana desa bisa dialihkan. Menurut Sofyan, pembangunan tidak berarti harus selalu fisik. Penguatan kapasitas aparat desa atau hal lain bisa menjadi pengalokasian baru.

Terlebih lagi ini menunjukkan persiapan dana desa tidak matang. RPJMDes adalah dokumen penting. Ini harus dipertimbangkan oleh legislator agar RPJMDes sesuai dengan agenda perencanaan.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Hanura, Rufinus‎ Hutauruk, mengatakan jika benar terjadi manipulasi RPJMDesa, maka itu sudah termasuk perbuatan melawan hukum. RPJMDes yang kemudian diurai dalam APBDes seharusnya diklarifikasi berulang-ulang apakah benar musyawarah desa pahami seluruh perencanaan. Jika manipulasi APBDes dilakukan, Rufinus mengatakan bisa dipastikan aparat desa akan menjadi sasaran penegak hukum

Diolah dari sumber: pikiran-rakyat.com, penulis: Amaliya, 9 Juni 2015

Dana Desa Harus Jadi Berkah, Jangan Jadi Bencana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meminta Pemerintah menyiapkan cetak biru (blue print) arah pembangunan desa jangka pendek, menengah, dan panjang berikut indikator kesuksesan yang jelas dan terukur. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Institut for Research and Empowerment (IRE) dan Harian Umum Kompas mengadakan acara diskusi panel, Jumat (5/6) dengan tema “Mengawal Dana Desa”.

Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad mengatakan implementasi pembangunan desa harus jelas dijabarkan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Menurut dia, pembangunan desa harus mencakup pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan, termasuk dalam mengelola keamanan dan ketertiban sebagaimana tertuang dalam sejumlah pasal di dalam UU.

Keberadaan Undang-Undang (UU) Desa hendaknya terus dijaga momentumnya serta dikawal pelaksanaannya sehingga tujuan penguatan otonomi asli desa dapat diwujudkan secara sistematis, terencana, dan terukur.

Kemampuan perangkat desa dalam mengelola dana desa menjadi hal yang sangat strategis ke depan. Jangan sampai dana desa yang seharusnya menjadi “berkah” berubah menjadi “bencana” akibat salah urus dan berbagaipenyimpangan (korupsi). Oleh karena itu, kesiapan administrasi dan sumberdaya pengelolaan keuangan desa menjadi mutlak. Pelatihan, pendampingan, dan penguatan kapasitas harus dilakukan berkesinambungan, sistematis, dan terarah.

Momentum UU Desa harus dikelola serius, jangan terlena soal keuangan semata sehingga menjadi pragmatis. Pemerintah harus menyiapkan cetak biru (blue print) arah pembangunan desa jangka pendek, menengah, dan panjang berikut indicator kesuksesan yang jelas dan terukur.

Diolah dari sumber: republika.co.id, penulis: Dwi Murdaningsih, 5 Juni 2015

Senin, 08 Juni 2015

Membangun Budaya Koperasi

Kita memperingati Hari Koperasi, 12 Juli. Ironisnya, UU Koperasi justru dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan masyarakat koperasi sibuk menyusun rancangan undang-undang (RUU) baru yang akan mengarahkan dan melindungi gerakan koperasi di seluruh Indonesia.

Gerakan koperasi, selain memerlukan aturan yang menggariskan struktur dan mekanisme ekonomi koperasi juga memerlukan jiwa, budaya dan semangat kerja sama gotong-royong. Inilah yang kemudian dirumuskan dalam aturan-aturan hukum yang memberi arah dan dinamika gerakan koperasi untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan sebanyak mungkin rakyat yang bekerja cerdas dan keras dengan penuh kepedulian.

Membangun jiwa, budaya dan semangat koperasi dalam suasana persaingan untuk menjadi paling unggul bukanlah merupakan hal yang mudah. Secara naluri-ah setiap orang ingin menjadi yang paling unggul, paling nomor satu dan kalau mungkin menjadi satu-satunya yang ditempatkan di barisan paling depan. Apabila diambil secara sederhana setiap orang ingin menjadi Superman, jarang yang mengusahakan kehadiran suatu super tim yang membuat semua anggota mem-punyai jiwa kebersamaan dan berjuang untuk kemenangan seluruh tim secara keseluruhan.

Ambil saja dalam Timnas Indonesia yang berpenduduk lebih dari 250 juta hampir tidak pernah berhasil membentuk suatu super tim dengan 11 pemain sepak bola yang tangguh dan berhasil membawa nama bangsa di kancah internasional dengan penuh kebanggaan.

Tekanan untuk menjadi nomor satu selalu diiming-imingi dengan slogan bahwa bangsa ini harus sanggup bersaing dengan bangsa lain di seluruh dunia. Tema slogan ini diterjemahkan secara harfiah bahwa setiap individu harus menjadi nomor satu sehingga setiap anak bangsa harus satu demi satu bersaing sesama anak bangsa lainnya. Bahkan akhir-akhir ini dalam pencalonan untuk pemilihan umum, setiap calon, bahkan sesama partai, penempatan pada nomor urut pertama, kedua, ketiga atau seterusnya, menjadi ajang persaingan sesama anggota yang sengit.

Karena itu, dalam kampanye, segala cara ditempuh untuk mengalahkan sesama anggota partainya. Ironis sekali karena dalam satu kelompok para anggota saling bersaing, dan akhirnya sesama pengikut juga terbelahdan persatuan kesatuan dalam suatu partai menjadi pecah. Tidak ada mufakat untuk sepakat dalam pemberian nomor sehingga sesama anggota partai tidak perlu berkelahi dan pengikut partai tidak perlu terbelah serta saling gontok-gon-tokan.

Syarat pertama untuk membangun budaya kerja sama gotong-royong adalah kesadaran diperlukannya kekuatan bersama untuk maju dengan menempatkan kepedulian pada kepentingan yang lebih penting melalui kebersamaan. Kepedulian itu justru terletak pada dinamika yang banyak sekali tergantung pada bagian yang paling lemah sehingga proses gotong-royong bukan hanya memperhatikan kekuatan yang paling kuat, tetapi perhatian pada upaya pemberdayaan yang paling lemah agar seluruh kelompok atau tim berada pada posisi yang semua kekuatannya makin merata. Kekuatan yang makin merata itu akan memungkinkangerak yang lebih dinamis dan kepuasan seluruh kelompok yang mempunyai tanggungjawab bersama.

Dengan demikian, peningkatan kesadaran kebersamaan itu harus diikuti dengan dinamika pemberdayaan untuk meningkatkan mutu mulai dari anggota yang paling lemah melalui sistem berbagi terhadap sesama di mana setiap anggota mempunyai kontribusi sehingga tumbuh kebersamaan yang saling menguntungkan. Kesempatan saling berbagi dan kebersamaan itu menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan yang dinamis karena solidaritas yang tulus disertai perasaan saling harga-menghargai di antara sesamanya.

Dengan kesadaran kebersamaan dan peningkatan kualitas melalui upaya saling peduli itu dihasilkan karya bersama melalui pengembangan tim yang dari hari ke hari akan menjadi super tim yang menghasilkan karya bersama tanpa ada persaingan di antara anggotanya. Hasil super tim yang semula tidak terlalu moncer, dalam waktu yang tidak terlalu lama, apabila dihargai dan dibeli atau diangkat tinggi-tinggi oleh sesama anggota tim akan menjadi ajang peningkatan dinamika kelompok yang membanggakan. Dinamkia kelompok ini akan membe-rikan apresiasi positif, menuai anjuran perbaikan, bukan sekedar kritik yang mematikan, sehingga tumbuh gagasan baru untuk maju.

Gagasan untuk maju ini perlu diikuti dengan apresiasi oleh seluruh anggota tim yang akhirnya menimbulkan nilai positif yang menjalar kepada masyarakat luas. Perkembangan itu akan menghasilkan nilai-nilai positif sebagai awal berkembangnya budaya gotong-royong saling menghargai. Budaya inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi aturan yang sesungguhnya bukan untuk membatasi, tetapi untuk mengingatkan bahwa kebersamaan tetap perlu menjadi pedoman bersama untuk dijunjung tinggi sebagai kemenangan bersama.

Karena, prinsipnya adalah kemenangan bersama, maka segala keuntungan suatu koperasi yang diraih oleh kelompok, sejak awal selalu memberi perhatian kepada keuntungan yang bisa dirasakan langsung oleh seluruh anggota. Hal ini agar ada perasaan yang makin mematri kepercayaan bahwa kebersamaan merupakan bentuk perhatian sebagai sumbangan pribadi secara merata kepada semua anggota secara adil.

Diolah dari sumber: keuanganlsm.com, 5 September 2014

Sabtu, 06 Juni 2015

Desa Sumberejo Diyakini Tembus Tiga Besar

DEMAK, suaramerdeka.com – Desa Sumberejo Kecamatan Mranggen maju ke lomba desa tingkat nasional 2015. Desa yang dikenal sebagai sentra kerajinan sangkar burung ini digadang-gadang nantinya bisa meraih peringkat tiga besar.

Sejumlah penilai tingkat provinsi terlihat hadir dalam kunjungan ke desa tersebut, kemarin. Mereka diantaranya dari kalangan akademisi, organisasi profesi jurnalis, Bapermas dan Dinas Pendidikan Jateng.

Bupati Moh Dachirin Said merasa bangga atas kedatangan tim penilai dari provinsi. ‘’Saya berharap Desa Sumberejo bisa meraih juara tingkat nasilnal. Sekalipun standar sudah dipersiapkan tim penilai, namun sebagai manusia wajib hukumnya untuk melakukan ikhtiar agar Demak bisa mewakili Jateng sebagai juara nasional,’’ ujar Bupati.

Sementara itu, ketua tim penilai, Tavip Supriyanto mengatakan, peluang Demak untuk maju ke tingkat nasional sangat besar. Desa Sumberejo sendiri, telah masuk dalam enam besar dari 7.000 desa yang diseleksi. Ia berharap Demak bisa mewakili Jateng untuk maju ke tingkat nasional seperti tahun-tahun sebelumnya.

Kepala Desa Sumberejo, Supriyadi merasa senang atas prestasi tersebut. Salah satu yang membuatnya optimis bisa meraih gelar juara nasional adalah lengkapnya fasilitas yang ada di Desa Sumberejo. Fasilitas ini mulai dari bidang pendidikan hingga kesehatan yang diharapkan dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat desa.

‘’Sumberejo memiliki lima posyandu dan satu posyandu khusus untuk lansia. Selain itu sudah diterapkan aplikasi administrasi kependudukan, sehingga masyarakat yang akan membuat KK dan KTP cukup datang ke balai desa,’’ ungkapnya.

Dari sisi potensi, Desa Sumberejo tersohor sebagai sentra kerajinan sangkar burung, parutan kelapa dan bantal guling. Pemasaran produk-produk tersebut sudah menjangkau pulau-pulau luar Jawa.

(Hartatik/CN34/SM Network)

Sumber : http://berita.suaramerdeka.com/desa-sumberejo-diyakini-tembus-tiga-besar/

DPD Minta Pemerintah Siapkan Blue Print Dana Desa

Jakarta, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meminta pemerintah menyiapkan cetak biru (blue print) arah pembangunan desa jangka pendek, menengah, dan panjang.

Blue print harus juga berisi indikator kesuksesan yang jelas dan terukur.

“Keberadaan Undang-Undang (UU) Desa hendaknya terus dijaga momentumnya serta dikawal pelaksanaannya sehingga tujuan penguatan otonomi asli desa dapat diwujudkan secara sistematis, terencana, dan terukur,” kata Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad di Jakarta, Jumat (5/6).

Ia mengharapkan implementasi pembangunan desa harus jelas dijabarkan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Antara lain mencakup pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan, termasuk dalam mengelola keamanan dan ketertiban sebagaimana tertuang dalam sejumlah pasal di dalam UU.

“Kemampuan perangkat desa dalam mengelola dana desa menjadi hal yang sangat strategis ke depan. Jangan sampai dana desa yang seharusnya menjadi “berkah” berubah menjadi “bencana” akibat salah urus dan berbagai penyimpangan (korupsi)," tuturnya.

Menurutnya, kesiapan administrasi dan sumberdaya pengelolaan keuangan desa menjadi mutlak. Pelatihan, pendampingan, dan penguatan kapasitas harus dilakukan berkesinambungan, sistematis, dan terarah.

Dia menambahkan keberpihakan anggaran untuk desa, baik yang berasal dari pusat maupun daerah, haruslah menjadi stimulus bagi Pemerintah Desa untuk menghasilkan pendapatan sendiri.

Apalagi, UU telah memberikan ruang bagi desa untuk mendapatkan dana yang bersumber dari Pendapatan Asli Desa yang merupakan hasil usaha yang dilakukan di desa.

Sumber : http://sp.beritasatu.com/

Kamis, 04 Juni 2015

Menteri Desa Tak Dapat Mitra Pasti di DPR untuk Pencairan Dana Desa

Jakarta – Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Marwan Jafar menyatakan Kementeriannya belum dapat mitra Komisi yang pasti di DPR. Lalu bagaimana nasib pencairan dana desa?

Menteri PPDT itu menyatakan bahwa tidak adanya mitra Komisi yang pasti dari DPR tidak ada relevansinya sama sekali dengan pencairan dana desa. Mantan Ketua Fraksi PKB di DPR ini menjelaskan rapat dengan komisi di DPR hanya berkaitan dengan pembahasan APBN dan Rencana Kerja. Sementara untuk dana desa, Kemendes (Kementerian Desa) hanya bertugas monitoring dan pendampingan.

Kini pihaknya menunggu DPR untuk menetapkan satu komisi mitra bagi Kemendes. Soalnya, DPR telah berkeputusan hanya ada satu mitra untuk satu kementerian. Namun saat ini PPDT masih mrnggunakan keputusan dewan sebelumnya, yaitu bekerja sama dengan dua Komisi. Sampai nanti menunggu perubahan yang dilakukan dalam rapat paripurna.

Marwan menyebut Kemenristek Dikti dan Kementerian Lingkuhan Hidup sampai saat ini juga masih mempunyai dua mitra komisi di DPR. Padahal seharusnya hanya ada satu mitra untuk tiap kementerian. Kemendes sendiri punya dua mitra di DPR, yakni Komisi II dan Komisi V yang berkaitan dengan pembangunan. Marwan menganggap itu hanya urusan DPR saja. Untuk urusan program dana desa, Marwan dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman itu menjelaskan, tinggal 66 kabupaten dan kota yang belum menyerahkan syarat pencairan dana desa, yakni Peraturan Bupati atau Peraturan Walikota. Diharapkan sisa jumlah itu bisa beres pekan depan.

“Sekarang sudah 80 persen (daerah yang menerima dana desa),” kata Marwan dalam rapat.

Dana desa itu harus disalurkan ke desa-desa maksimal selama tujuh hari setelah disampaikan ke Bupati-Walikota. Marwan menjelaskan, kuasa pengguna anggaran dalam pencairan dana desa adalah Kementerian Keuangan. Kemendes tak memegang uang sepeserpun, melainkan hanya bertugas memantau dan mengawal.
“Kemendes hanya punya kewenangan 20 persen dalam dana desa,” ucap Marwan.

Diolah dari sumber: detik.com, Danu Damarjati, 3 Juni 2015

Dana Desa Jadi Kisah Sukses Desentralisasi Fiskal

JAKARTA, WOL – Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro optimistis, implementasi dana desa akan kembali menjadi salah satu kisah sukses Indonesia dalam penyelenggaraan desentralisasi fiskal. Ia menambahkan, pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia sendiri hingga saat ini dinilai telah membuahkan kesuksesan.

Menkeu mentargetkan bahwa dana desa ini menjadi kisah sukses, success story dari desentralisasi fiskal yang ada di Indonesia. Desentralisasi fiskal yang ada sudah banyak dianggap sebagai kisah sukses, karena banyak negara yang tidak berhasil melakukan desentralisasi fiskal yang baik.

Untuk mendukung suksesnya implementasi dana desa tersebut, pemerintah telah menyiapkan berbagai perangkat hukum yang diperlukan. Berbagai peraturan tersebut telah disiapkan oleh Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta Kementerian Keuangan.

Lebih lanjut Menkeu mengungkapkan, Kementerian Dalam Negeri telah menyiapkan aturan yang terkait dengan konteks pemerintahan desa. Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menyiapkan aturan yang terkait dengan konteks pemberdayaan desa. Sementara, Kementerian Keuangan menyiapkan aturan yang terkait dengan konteks keuangan dan evaluasinya.

Jadi pemerintah pusat pada intinya ingin dana desa ini sukses. Bagaimana menjaga governance atau tata laksana dari pelaksanaan dana desa itu sendiri.

Diolah dari sumber: waspada.co.id, 2 April 2015

Pentingnya Pemerataan SDM yang Berwawasan di Desa

Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang terlalu pesat salah satunya disebabkan oleh makin maraknya urbanisasi yang terjadi. Perpindahan penduduk desa ke kota ini sebenarnya merupakan polemik yang mempunyai banyak keuntungan sekaligus kerugian. Pola pikir warga desa yang yakin bakal lebih sukses menggantungkan harapan di ibukota daripada di kampung halaman tidak selamanya bisa dijamin oleh pemerintah. Salah satu yang membuat arus urbanisasi makin deras adalah karena kurangnya aliran dana strategis dari pemerintah pusat ke desa.

Tahun 2015 diawali dengan program pemerintah via Kementerian Keuangan yang mengusulkan untuk menyiapkan aliran dana ke desa desa di indonesia sebesar Rp 9 triliun pada APBN 2015. Salah satu visi Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah Membangun Indonesia dari Pinggiran dalam kerangka NKRI. Untuk itu perlu dialokasikan dana yang lebih besar untuk memperkuat pembangunan daerah dan desa. Rencananya pada RAPBN-P tahun 2015, pemerintah akan memberikan tambahan alokasi Dana Desa sebesar Rp11.700,0 miliar.

Padahal sebelum era pemerintahan Presiden Jokowi sudah banyak program pedesaan yang dicanangkan oleh pemerintah seperti program pengembangan kecamatan (PPK) dan juga program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri (PNPM). Sayangnya sekali lagi program-program tersebut tidak di dukung dengan SDM yang mau membimbing aparat desa untuk segera mengeksekusi kebijakan pemerintah pusat.

Hal tersebut berujung pada rasa ketidakpercayaan pemerintah pusat pada aparat desa apakah dana dana yang dialirkan bisa dimanfaatkan betul untuk kesejahteraan desa. Apalagi setelah wacana aliran dana desa yang baru dicanangkan Kementerian Keuangan di tahun 2015 yang sumbernya murni berasal dari alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa pada postur APBN. Sebenarnya bukan masalah besar kecilnya dana, tetapi kesiapan SDM nya itu sendiri.

Apakah pemerintah pusat sudah menyiapkan langkah dan strategi untuk menangani pemerataan ekonomi secara keseluruhan, bukan hanya lewat materi saja tapi juga lewat ilmu dan wawasan untuk pengelolaan dana sehingga hasilnya bisa dirasakan semua warga desa.

Dengan adanya bantuan di bidang peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) aparat desa setidaknya aparat desa lebih aware dengan program pemerintah dan hal ini bisa menguatkan sinergi pemerintahan desa dan pusat sehingga yang namanya korupsi ataupun aliran dana macet bisa diselesaikan sekaligus jika pemerintah berani mengeluarkan sedikit usaha untuk turut serta membangun SDM desa. Mari kita kawal bersama!

Diolah dari sumber: apbnnews.com, 2 Februari 2015

Mengenal Transfer ke Daerah dan Dana Desa pada APBN-P 2015

Apa itu Kebijakan Transfer ke Daerah & Dana Desa?

Bersumber dari dokumen resmi pemerintah yang dirilis oleh Kementerian Keuangan yang berjudul Budget in Brief APBN-P 2015. Transfer ke Daerah & Dana Desa adalah anggaran yang dialokasikan dalam APBN dengan tujuan untuk:
  1. Meningkatkan kapasitas fiskal daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
  2. Mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah dan mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antardaerah.
  3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah.
  4. Memprioritaskan penyediaan pelayanan dasar di daerah tertinggal, terluar, terpencil, terdepan, dan pascabencana.
  5. Mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur dasar.
  6. Meningkatkan kualitas pengalokasian Transfer ke Daerah dengan tetap memperhatikan akuntabilitas dan transparansi.
  7. Meningkatkan kualitas pemantauan dan evaluasi dana Transfer ke Daerah
  8. Menetapkan alokasi Dana Desa sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
  9. Mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah yang lebih efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.
Adapun komponen Transfer ke Daerah & Dana Desa dalam APBN-P 2015  terdiri dari Dana Perimbangan, Dana Transfer Lainnya, Dana Keistimewaan DIY, Dana Otonomi Khusus & Dana Desa.

Dana Perimbangan
Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan dalam APBN yang dialokasikan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Alokasi Dana Perimbangan sebesar Rp 521,8 T pada APBN-P 2015.

Alokasi Dana Perimbangan pada APBN-P 2015 terdiri dari tiga komponen, yaitu:
  1. Dana Alokasi Umum (DAU). Yaitu dana yang dialokasikan sebagai alat pemerataan kemampuan keuangan antardaerah dan mengurangi kesenjangan fiskal antardaerah. Pada APBN-P 2015 dialokasikan DAU sebesar Rp 352,9 T. Untuk Dana Alokasi Umum pada tiap provinsi, dapat dilihat pada grafik di bawah ini (sumber: Budget in Brief APBN-P 2015).
  2. Dana Alokasi Khusus (DAK).
    Alokasi DAK dalam APBNP tahun 2015 direncanakan sebesar Rp 58,8 T, yang mencakup:
    • DAK reguler Rp 33,0 T untuk daerah yang memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis;
    • DAK tambahan untuk afirmasi kepada kabupaten/kota daerah tertinggal dan perbatasan yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah sebesar Rp 2,8 T;
    • DAK untuk Pendukung Program Prioritas Kabinet Kerja (P3K2) dan DAK usulan Pemerintah Daerah yang disetujui oleh DPR RI sebesar Rp 23,0 T.
  3. Dana Bagi Hasil (DBH).
    Dialokasikan kepada daerah bersumber dari pendapatan APBN berdasarkan persentase tertentu guna mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH tersebut mencakup penyelesaian kurang bayar Rp 11,9 T. Pada APBN-P 2015 DBH dialokasikan sebesar Rp 110,1 T, yang terdiri atas DBH Pajak sebesar Rp 54,2 T dan DBH Sumber Daya Alam sebesar Rp 55,8 T.
Dana Transfer Lainnya
Dana yang dialokasikan kepada daerah untuk melaksanakan kebijakan tertentu berdasarkan undang-undang. Alokasi Dana Transfer Lainnya sebesar Rp 104,4 T pada APBN-P 2015. Tujuan dari alokasi ini adalah untuk:
  • Tunjangan Profesi Guru PNS Daerah Rp 70,3 T untuk guru bersertifikasi;
  • Serta sebesar Rp 1,1 T untuk tambahan penghasilan guru PNS Daerah nonsertifikasi.
  • Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Rp 31,3 T untuk menstimulasi penyediaan anggaran pendidikan di daerah.
  • Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) Rp 0,1 T dialokasikan sebagai insentif kepada daerah percontohan Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi.
  • Dana Insentif Daerah Rp 1,7 T diberikan kepada daerah berprestasi. DID diberikan agar daerah berupaya untuk mengelola keuangannya dengan lebih baik yang ditunjukkan dengan perolehan opini WTP/WDP Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan pemerintah daerah dan menetapkan APBD secara tepat waktu.
Dana Keistimewaan DIY
Adalah dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan urusan keistimewaaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp 0,5 T pada APBN-P 2015, yang meliputi:
  • Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur;
  • Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;
  • Kebudayaan;
  • Pertanahan; dan
  • Tata ruang.
Dana Otonomi Khusus
Diberikan kepada daerah-daerah yang menjalankan otonomi khusus, yaitu Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Aceh. Alokasi Dana Otonomi Khusus sebesar Rp 17,1 T pada APBN-P 2015.

Alokasi tersebut naik sebesar Rp 500,0 miliar atau 3,0 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2015 yang sebesar Rp 16,6 triliun. Kenaikan alokasi dana otonomi khusus tersebut disebabkan adanya kenaikan dana tambahan infrastruktur dalam rangka otonomi khusus untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Dana Desa
Adalah dana yang bersumber dari APBN untuk desa melalui mekanisme transfer melalui APBD kabupaten/kota yang digunakan untuk membiayai pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Sejalan dengan visi Pemerintah untuk “Membangun Indonesia dari Pinggiran dalam Kerangka NKRI”, dialokasikan dana yang lebih besar pada APBNP 2015 untuk memperkuat pembangunan desa. Pengalokasian Dana Desa dilakukan dengan menggunakan alokasi yang dibagi secara merata dan alokasi yang dibagi berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan, dan tingkat kesulitan geografis. Dengan tambahan anggaran sebesar Rp11,7triliun, jumlah Dana Desa yang dialokasikan pada  APBN-P 2015 mencapai Rp 20,8 T.

Diolah dari sumber: apbnnews.com, 11 April 2015

Perubahan Apa Saja yang Ada dalam PP 60 Tahun 2014?

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang perubahan PP Nomor 60 Tahun 2014. PP ini dia tandatangani karena PP yang lama tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN atau PP Dana Desa dalam implementasinya dinilai belum menjamin pengalokasian Dana Desa secara lebih merata.

Seperti dilansir laman Sekretariat Kabinet, beberapa poin penting dalam perubahan itu adalah misalnya pada Pasal 9 menjadi: “Pagu anggaran Dana Desa merupakan bagian dari anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa”. Sebelumnya, bunyi pasal ini adalah “Pagu anggaran Dana Desa yang telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat merupakan bagian dari anggaran Transfer ke Daerah dan Desa”.

Sementara Pasal 10 kini diubah menjadi terdiri dari 2 (dua) ayat, yaitu: 1. Pagu anggaran Dana Desa yang telah ditetapkan dalam APBN dapat diubah melalui APBN Perubahan; 2. Perubahan pagu anggaran Dana Desa tidak dapat dilakukan dalam hal anggaran Dana Desa telah mencapai 10% dari dan di luar dana Transfer ke Daerah. Dalam PP sebelumnya, tidak ada ketentuan mengenai batasan 10% itu.

Perubahan juga terjadi pada Bab Pengalokasian yang tertuang pada Pasal 11. Pasal ini kini menjadi: 1. Dana Desa setiap kabupaten/kota dihitung  berdasarkan jumlah Desa, 2. Dana Desa dialokasikan berdasarkan: a. alokasi dasar; dan b. alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan greogafis desa setiap kabupaten/kota, 3. Tingkat kesulitan ditunjukkan oleh indeks kemahalan konstruksi, 4. Data jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan indeks kemahalan konstruksi bersumber dari kementerian yang berwenang, dan/atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistic, 5. Dana Desa setiap kabupaten/kota ditetapkan dalam peraturan presiden mengenai rincian APBN.

Pada PP sebelumnya aturan mengenai pengalokasian itu tampak lebih rumit karena didasarkan pengalokasian antara jumlah Desa di setiap kabupaten/kota dan rata-rata Dana Desa setiap provinsi. Selain itu dalam PP No. 60/2014 juga menggunakan rumus angka prosentase dalam penentuan bobot luas wilayah, jumlah penduduk, dan angka kemiskinan setiap Desa.

Adapun dalam tahapan penyaluran dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 juga ada revisi Pasal 16 di PP sebelumnya, sehingga menjadi: “Penyaluran Dana Desa dilakukan secara bertahap pada tahun berjalan dengan ketentuan: a. tahap I bulan April sebesar 40%, b. tahap II pada bulan Agustus sebesar 40%, dan tahap III pada bulan Oktober (sebelumnya November) sebesar 20%.

Penyaluran Dana Desa setiap tahap itu dilakukan paling lambat minggu kedua, dilakukan paling lama tujuh hari kerja setelah diterima di kas Daerah, dan apabila bupati/wali kota tidak menyalurkan Dana Desa dengan ketentuan sebagaimana dimaksud, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Bagi Hasil (DBH) yang menjadi hak kabupaten/kota yang bersangkutan.

Dalam hal terdapat Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) lebih dari 30% pada tahun anggaran sebelumnya, menurut pasal ini, bupati/walikota memberikan sanksi administratif kepada  Desa yang bersangkutan.  “Sanksi sebagaimana dimaksud berupa penundaan penyaluran  Dana Desa tahap I anggaran berjalan sebesar SiLpa Dana Desa,” bunyi Pasal 27 Ayat (2) PP No. 22 Tahun 2015 itu.

Dalam hal  pada tahun anggaran  berjalan masih terdapat SiLPA Dana Desa lebih dari 30%, maka bupati/walikota akan memberikan sanksi administratif kepada Desa yang bersangkutan berupa pemotonga  Dana Desa tahun anggaran berikutnya  sebesar SiLPA Dana Desa tahun berjala.

“Pemotongan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud menjadi dasar Menteri untuk melakukan pemotongan penyaluran Dana Desa untuk kabupaten/kota tahun anggaran berikutnya,” bunyi Pasal 27 Ayat (3) PP tersebut.

Menurut PP ini, pengalokasian Dana Desa dalam APBN dilakukan secara bertahap, yang dilaksanaka sebagai berikut: a. Tahun Anggaran 2015 paling sedikit sebesar 3% , b. Tahun Anggaran 2016 paling sedikit 6%, dan Tahun Anggaran 2017 dan seterusnya sebesar 10% dari anggaran Transfer ke Daerah.

“Dalam hal APBN belum dapat memenuhi alokasi anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud, alokasi anggaran Dana Desa ditentukan berdasarkan alokasi anggaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya atau kemampuan keuangan negara,” bunyi Pasal 30A PP tersebut.

Pasal 33A PP No. 22 Tahun 2015 ini menegaskan, pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemeritah Nomor 60 Tahun 2014 harus disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 29 April 2015 itu.

Diolah dari sumber: viva.co.id, penulis: Nila Chrisna Yulika, 17 Mei 2015

Kembangkan 2.000 BUMDes, Pemerintah Akan Beri Rp 250 Juta per Desa

JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) menargetkan pembentukan 2.000 Badan usaha miliki desa (BUMDes) hingga 2019 nanti. Untuk mewujudkan target tersebut, pemerintah pun akan memberikan Rp 250 juta kepada desa.

Untuk tahun 2015, pilot project program dari PPDT yaitu membuat proyek 2.000 BUMDes . Dananya Rp 250 juta untuk satu desa,yang akan disalurkan langsung ke desa. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Menteri PDT Marwan Djafar di Kantor Bappenas, Jakarta, Senin (27/4/2015).

Menurut Marwan, pembentukan BUMDes sangatlah penting untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa. Saat ini ada sekitar 43.000 desa pembangunannya mesti diprioritaskan karena masuk kategori desa tertinggal.

Lebih lanjut, kata dia, desa tertinggal tersebut tersebar di berbagai wilayah khususnya di timur Indonesia yaitu Papua, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Marwan menuturkan nantinya dana Rp 250 juta itu bisa digunakan untuk membentuk BUMDes baru atau pun mengembangkan BUMDes yang sudah ada. Misalnya kata dia, dana itu juga bisa digunakan untuk pengembangan sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Saat ditanya realisasinya, Marwan menjawab sudah menyiapkan berbagai petunjuk teknis (Juknis), petunjuk pelaksanaan (Juklak). Diharapkan nantinya program tersebut dapat mampu mengembangkan ekonomi masyarakat di pedesaan.

Diolah dari sumber: kompas.com, Yoga Sukmana, 27 April 2015

Hati-hati Penipuan Jadi Pendamping Dana Desa

JAKARTA, (PRLM).- Indikasi penipuan yang mengatasnamakan rekrutmen pendamping dana desa terjadi di Kabupaten Tasikmalaya. Mereka yang berminat menjadi pendamping, diminta membayar uang administrasi Rp 500.000. Setelah diterima sebagai pendamping dana desa, pemungut meminta uang hingga senilai gaji.

“Saya bingung. Kok pakai uang segala dan tidak melalui aparat desa. Sudah ada beberapa teman saya yang menyetor ke orang ini. Dia mengaku itu rekrutmen untuk menjadi pendamping kecamatan UU Desa,” ujar Neng (bukan nama sebenarnya), kepada “PR” Online, Minggu (31/5/2015).

Neng menuturkan, orang yang dimaksud mengaku bernama Sal (inisial). Neng menceritakan, banyak orang yang sudah mendaftar secara langsung ke rumah Sal ‎di Cidoyang, Kecamatan Padakembang. Kepada orang-orang yang ditargetkannya, Sal menjamin SK pengangkatan akan turun jika mereka memberikan uang administrasi. Bahkan, Sal mengumbar bahwa dirinya dipercaya langsung oleh Dirjen terkait sehingga sudah pasti orang yang mendaftar kepadanya akan menjadi pendamping dana desa.

“Bahkan dia juga mengatakan ada orang-orang titipan bupati dan wakil bupati yang sudah diplot ke kecamatan A, B, C, dll. Jadi seolah bupati dan wabup merestui orang ini,” ujar Neng.

Untuk mendaftar, warga menyerahkan sejumlah dokumen pribadi seperti curriculum vitae, ijazah, dan transkrip nilai. ‎Selanjutnya, pendaftar mengisi daftar buku dengan identitasnya seperti nama dan nomor telepon. “Mereka tidak diberi kuitansi meski sudah membayar,” kata dia.

Dengan janji pasti diterima, lanjut Neng, hal itu menggiurkan banyak orang. Apalagi, mereka yang sebelumnya bekerja saat ada program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), kini banyak yang menganggur setelah program itu dilebur di dalam dana desa itu.

Perjanjiannya, jika nanti telah diterima, maka pendaftar harus menyetorkan sisa uang sehingga uang yang disetorkan ke pemungut sesuai dengan gaji pendaftar. “Misalnya nanti gaji pendamping Rp 6 juta, jadi harus bayar lagi ke dia Rp 5,5 juta karena sudah bayar Rp 500.000 di awal,” tutur dia.

Neng ‎merasa resah dengan praktik pemungutan itu. Jika praktik itu ilegal, akan banyak orang yang dirugikan. “Seharusnya ada kejelasan seperti apa rekrutmen pendamping dana desa itu. Mereka yang mencari pekerjaan tahu harus ke mana untuk bisa mendaftar,” kata dia.

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Arwani Thomafi, menegaskan tidak boleh ada pungutan apapun dalam proses rekrutmen pendamping dana desa. “Rekrutmen juga harus benar-benar selektif dan sesuai dengan panduan umum proses rekrutmen tenaga pendamping sebagai implementasi Undang-Undang Desa yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal,” kata dia.

Di dalam panduan tersebut disebutkan, secara garis besar proses rekrutmen pendamping terdiri dari lima tahapan pokok yaitu pemetaan kebutuhan, pengumuman, selektif pasif, seleksi aktif melalui wawancara, fokus group discussion dan tes tertulis, serta pembekalan melalui pelatihan. Rekrutmen pendamping pun harus menyeleksi pelamar sesuai kompetensi yang ditetapkan dan merekrut pendamping sesuai kebutuhan.

Diolah dari sumber:pikiran-rakyat.com, penulis: Amaliya, 1 Juni 2015

Jatah Dana Desa Rp 1 Miliar Tak Terserap

TEMPO.CO, Yogyakarta – Peneliti Institute Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, mendesak pemerintah kabupaten membantu pemerintah desa agar segera menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Saat ini, sebagian desa banyak yang belum merampungkan APBDes sehingga laju penyerapan jatah Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (ADD) melambat. IRE berpendapat Kabupaten harus melakukan supervisi, bukan malah menakut-nakuti pemerintah desa.

implementasi UU Desa akan berjalan lancar apabila Pemerintah Kabupaten serius mengawal pemerintah desa menjalankan semua agendanya. Selama ini Undang-undang Desa tak hanya bicara masalah dana, tapi juga pengelolaan aset, tata pemerintahan, urusan pelayanan publik hingga demokrasi desa. Tapi akibat supervisi dari kabupaten minim, implementasi UU Desa menjadi lambat dan malah terjebak melulu ke isu dana.

Pihak IRE optimistis, apabila pemerintah desa mau kreatif dan mendapatkan supervisi secara aktif dari pemerintah kabupaten, anggaran akan cepat terserap. Arie memperkirakan jatah Dana Desa sebesar Rp 1 miliar sekalipun bisa cepat terserap.

Saat ini, Dana Desa yang hanya sebesar Rp 270 juta tak kunjung terserap karena pemerintah desa dibayangi oleh mekanisme penganggaran yang rumit. Arie (peneliti IRE) mengatakan supervisi pemerintah kabupaten perlu dilakukan dengan berkomitmen membantu banyak urusan di desa, mulai dari penyusunan regulasi, sistem pengelolaan anggaran, tata kelembagaan pemerintahan, arah orientasinya dan lainnya.

Arie mengingatkan, implementasi UU Desa akan justru banyak membantu penuntasan beragam urusan yang selama ini membebani pemerintah kabupaten. “Kabupaten jadi kunci implementasi UU Desa, ditambah lagi provinsi dan kementerian harus serius mengawal agenda pelaksanaannya,” kata Arie.

Adapun Menteri Sekretaris Negara, Pratikno mengatakan penyusunan APBDes di semua desa akan mempercepat proses penyerapan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa yang sudah masuk ke penganggaran pemerintah kabupaten.

Diolah dari sumber: tempo.co, penulis: Addi Mawahibun Idhom, 31 Mei 2015