Sabtu, 05 September 2015

Dana Desa? Apa Kabar?

Keberadaan UU No 6 tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa sepertinya masih membutuhkan persiapan-persiapan yang matang dalam pelaksanaannya. Persiapan itu harus menyentuh seluruh jenjang baik pemerintah pusat maupun pemerintah desa itu sendiri. Salah satu persiapan tersebut adalah perlunya perubahan susunan kementerian untuk mengurusi dana desa. Namun, sejauh ini belum ada titik temu bahwa Kemendagri akan menyerahkan atau tidak Ditjen PMD ke Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Jika penyerahan itu direalisasikan berarti komitmen untuk membangun desa akan menjadi nyata.

Di satu sisi, realisasi UU Desa itu masih menyisakan keraguan dari berbagai pihak. Sebab, ada tiga hal yang problematik dialami desa yakni kesiapan para pejabat aparatur di pemerintahan desa, penerapan, dan penggunaan anggaran maupun peningkatan fungsi pelayanan masyarakatnya seiring tingginya dana yang diperoleh. Rencana pemerintah yang akan mengucurkan anggaran Rp 1,4 miliar tiap desa setiap tahunnya sebagaimana yang diamanatkan UU Desa masih menimbulkan kekhawatiran pada efektivitas dan transparansi penggunaannya. Pasalnya, dana sebesar itu akan sia-sia jika kesiapan dari pemerintah pusat hingga desa tidak maksimal. Pertanyaanya,  siapkah pemerintah desa mengelola dana desa itu?

Kesiapan

Pada hakikatnya, UU Pemerintahan Desa disahkan bertujuan untuk meningkatkan kepedulian, kontribusi (partisipasi) dan gotong royong masyarakat dalam pembangunan desa. Tujuan itu menunjukkan bahwa kehendak bottom up dalam berjalannya fungsi pemerintahan. Di dalam konsep itu,  masyarakat desa sudah saatnya menjadi pelaku utama dalam kegiatan pembangunan di desa mereka sendiri. Tentu peran serta itu harus diikuti dengan pemahaman yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah masih harus  gencar mensosialisasikan UU Desa itu ke seluruh desa-desa di Indonesia. pasalnya, masih banyak unsur desa yang belum tahu dan paham perihal UU tersebut.

Kemudian, UU itu juga bertujuan untuk mempercepat pembangunan desa dan kawasan perdesaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. Itu berarti bahwa UU No 6 Tahun 2014 memberikan harapan baru dalam meningkatkan peran aparat pemerintah desa sebagai garda terdepan dalam pembangunan dan kemasyarakatan. Saat pelaksanaan UU Desa yang kian mendesak berhadapan dengan perubahan struktur pemerintahan desa yang belum tertata, hal tersebut membuat kondisi menjadi rentan. Jika tidak segera diterapkan, hal itu akan melanggar UU. Namun, jika hal itu dipaksakan dengan kesiapan yang minim, kondisi akan amburadul. Penerapan hanya berhenti pada tataran formalnya. Sementara secara substansi tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Memang dalam penerapan sebuah tata kerja yang baru tidak bisa langsung dilakukan dengan sempurna. Namun, kesiapan pemerintahan desa akan lebih meminimalkan persoalan yang terjadi sehingga tujuan utama penerapan UU Desa akan menjadi kenyataan.

Permasalahan

Terdapat sejumlah permasalahan yang ditemukan dalam pengawasan yang dilakukan pada desa selama ini. Hasilnya, masih banyak desa yang belum benar-benar siap untuk menerapkan UU Desa tersebut. Hal itu berhubungan dengan proses dan administrasi pemerintahan yang harus segera diakhiri supaya desa bisa berfungsi dengan baik. Kemudian, ada juga surat pertanggung jawaban yang belum memenuhi syarat formal dan material. Dan juga dari sisi kemampuan kepala desa dengan jajarannya belum mumpuni.

Lagi, seringkali pemeriksaan atasan atas pengelolaan keuangan belum dilaksanakan sesuai ketentuan. Pengelolaan pembangunan dan administrasi pelaksanaan kegiatan pun belum tertib. Selain kemampuan, kedisiplinan juga membuat kekarutmarutan di dalam pemerintahan desa. Parahnya lagi, sering terjadi ketekoran kas desa karena terjadinya penyimpangan pengelolaan keuangan desa. Tunggakan sewa tanah kas desa yang tidak tuntas serta belum lengkapnya buku administrasi keuangan ataupun barang desa. Keadaan itu rentan menjadi indikasi penyelewengan keuangan desa, seperti pemakaian keuangan desa tanpa laporan.

Kemudian, sering juga  timbul penyelewengan dalam pengelolaan keuangan dan aset-aset desa. Hal ini ditengarai inventarisasi dan sistem pembukuan administrasi yang masih semrautan. Contohnya, tidak tertib dalam pembukuan administrasi keuangan, baik buku kas umum (BKU) maupun buku bantu. Bahkan ada pula desa yang tidak membuat BKU. Masih banyak hal yang menjadi kelemahan desa yang harus diperbaiki dan dipersiapkan untuk menghadapi UU baru di desa.

Segera Merampungkan

Pelaksanaan sistem pemerintahan desa di bawah UU Desa yang baru menuntut kesiapan yang sangat baik. Banyak hal yang harus diperhitungkan, direncanakan, dan diawasi pada pelaksanaannya secara kontinu. Diperlukan pengarahan, penyuluhan, serta pendampingan agar benar-benar dilaksanakan sesuai aturan yang ada. Usaha-usaha pun harus segera dilakukan untuk meningkatkan kesiapan pelaksanaan pemerintahan desa.

Pertama, meningkatkan kematangan dalam melaksanakan peraturan yang terkait dengan pemerintahan desa. Pematangan itu dalam bentuk peningkatan terus menerus terhadap pemahaman terhadap materi UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Tidak hanya UU saja, tetapi juga PP No 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Demikian juga PP No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBD. Pematangan itu melibatkan pemerintah pusat, daerah, sampai ke desa.

Kedua, perampungan supaya semua pihak yang terlibat bisa menerima sistem pemerintahan desa yang baru dengan cara yang benar. Keberterimaan itu nantinya akan menentukan keberhasilan tujuan dari penerapan UU Desa. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan sikap mawas diri aparatur sebagai tindakan antisipatif pada pelanggaran, penyalahgunaan, dan penyimpangan yang mungkin terjadi pada pemerintahan desa.

Ketiga, menyediakan pekerja yang memiliki motivasi serta disiplin yang tinggi dalam melaksanakan pemerintahan desa itu. Cara itu bisa direalisasikan melalui perekrutan anggota yang memiliki kemampuan yang mumpuni. Bagi pekerja/pegawai yang sudah ada, cara itu bisa direalisasikan  melalui pendidikan dan pelatihan dengan rutin.

Keempat, target yang harus dicapai aparatur, baik desa maupun lembaga diatasnya. Bagi aparatur desa dituntut memiliki kemampuan dalam penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa, penyusunan APB Desa, maupun penyusunan LPJ Desa. Demikian pula dalam menyusun administrasi pembukuan dan aset pemerintah desa.

Fakta menunjukkan bahwa ketidaksiapan dalam penerapan sistem otonomi daerah beberapa waktu lalu telah mengakibatkan fungsinya jauh panggang dari api. Hal itu tidak boleh terjadi terhadap desa kita. Kesiapan yang lebih baik akan jauh bermanfaat daripada penerapan yang tergesa-gesa dan dipaksakan. Namun, berkutat pada hal-hal yang tidak mengutamakan kepentingan rakyat desa sehingga menjadi hambatan, juga bukan tindakan yang bijak. Harapannya, pemerintah dari pusat hingga desa siap untuk mewujudkan UU desa tersebut.

Diolah dari sumber: batampos.co.id, 3 September 2015

0 komentar:

Posting Komentar