UU Desa No 6 tahun 2014 beserta sejumlah peraturan
turunannya telah disahkan. Tujuan dari UU tersebut antara lain memajukan
perekonomian masyarakat di pedesaan, mengatasi kesenjangan pembangunan
kota dan desa, memperkuat peran penduduk desa dalam pembangunan serta
meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa.
Untuk mencapai hal tersebut, beberapa hak dan wewenang diberikan
kepada desa. Salah satunya adalah alokasi khusus APBN untuk pedesaan.
Dana tersebut akan dibagikan kepada seluruh desa di Indonesia dengan
nilai nominal dan proses sebagaimana yang ditetapkan Peraturan
Pemerintah (PP) no. 60 tahun 2014. Pada RAPBN 2015 dana yang diusulkan
Pemerintah sebesar Rp 9.1 triliun.
Undang Undang Desa diharapkan dapat menjadi salah satu solusi
pemberantasan kemiskinan yang memang secara proporsi lebih besar berada
di pedesaan, dan menekan kesenjangan pendapatan antara kota dan desa
serta mengoreksi arah pembangunan selama ini yang bias urban.
Data dari BPS menunjukkan bahwa persentase penduduk pedesaan yang
berada di bawah garis kemiskinan sebesar 15%, lebih tinggi dibanding
rata-rata nasional (kota dan desa) yang sebesar 11,2% tahun 2013. Belum
lagi mempertimbangkan jumlah penduduk yang hampir miskin (sedikit berada
di atas garis kemiskinan). Olahan data CORE Indonesia menunjukkan bahwa
rata-rata prosentase penduduk perdesaan yang hampir miskin (2 kali di
atas garis kemiskinan) di kawasan perdesaan pada tahun 2013 dapat
mencapai 61%. Kelompok masyarakat inilah yang rentan untuk jatuh ke
bawah garis kemiskinan jika ada sedikit saja guncangan ekonomi seperti
kenaikan harga bahan makanan pokok, dll.
Di samping itu, tingkat kesenjangan pendapatan di pedesaan, juga
cenderung melebar dalam satu dekade terakhir, tercermin dari koefisien
gini ratio yang meningkat dari 0,29 (2002) menjadi 0,32 (2013) meskipun
angka ini berada di bawah koefisien gini ratio perkotaan. Tingkat
pendidikan penduduk desa juga lebih memprihatinkan dibanding perkotaan,
tercermin dari persentase penduduk berpendidikan tertinggi SD atau lebih
rendah hingga 70% (2013).
Lemahnya dukungan terhadap sektor pertanian ditambah dengan tekanan
hidup desa yang tinggi mengakibatkan semakin tertekannya petani di
pedesaan. Sebagian di antara mereka harus kehilangan lahan dan menjadi
buruh tani, atau bermigrasi ke perkotaan, sehingga jumlah rumah tangga
petani semakin lama semakin berkurang. Lemahnya daya saing sektor
pertanian ini pulalah yang mengakibatkan perubahan struktur ekonomi di
banyak daerah di Indonesia dimana telah terjadi pergeseran sektor utama
di sejumlah propinsi dari pertanian menjadi non-pertanian.
Akan tetapi, di sisi lain, ada beberapa kekhawatiran mengenai dampak
pengalokasian sejumlah besar dana tersebut ke pedesaan. Sejauh mana dana
tersebut efektif berdampak pada perbaikan kinerja sektor pertanian yang
pada gilirannya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, serta
bagaimana meminimalkan penyimpangan-penyimpangan penggunaan dana
tersebut akibat keterbatasan kapasitas, kualitas dan akuntabilitas
sumber daya manusia khususnya di pedesaan.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan beberapa upaya untuk memuluskan
implementasi, mengantisipasi potensi penyimpangan, dan untuk mencapai
tujuan UU Desa, maka perlu dilakukan, pertama, perlunya perumusan
definisi maupun kriteria yang tepat bagi desa yang akan mendapatkan
alokasi dana. Hal ini dimaksudkan agar tujuan diberlakukannya UU Desa
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dan mengurangi
kesenjangan dapat tercapai. Kedua, mensosialisasikan UU Desa kepada
masyarakat perdesaan agar masyarakat desa dapat memahami maksud dari UU
tersebut sehingga dapat memanfaatkan dana tersebut secara produktif.
Ketiga, pentingnya memberikan pendampingan kepada aparat di desa dalam
perumusan program, pembukuan, dan sistem pelaporan, misalnya dengan
memanfaatkan PNPM. Sistem pelaporan juga harus dibuat sederhana untuk
mempermudah pengelola dana di desa yang secara umum terbatas secara
kapasitas dan infrastruktur. Keempat, pemerintah perlu pula memperkuat
aspek pemantauan dalam pelaksanaan dan penggunaan dana tersebut oleh di
tingkat desa, agar potensi penyelewengan dan penyimpangan dapat
dihindari.
Meskipun persoalan yang terkait dengan UU Desa ini sangat kompleks,
UU ini sangat penting sebagai upaya mengoreksi sistem pengelolaan
ekonomi yang selama ini terlalu bertumpu pada pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tetapi kurang memperhatikan kualitas dari pertumbuhan itu
sendiri, dan lebih condong/bias ke perkotaan.
Diolah dari sumber: coreindonesia.org, 19 September 2014
0 komentar:
Posting Komentar